Semangat Kartini di Tengah Gereja

Yubileum 50 Tahun Wanita GKPS dan Jelang Hari Kartini 2008

Kendati masih beribadah di rumah-rumah akibat kesulitan izin membangun rumah ibadah, wanita Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Simpang Km 44, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, Jambi tetap aktif mengikuti kegiatan wanita GKPS tingkat wilayah (resort) Jambi. Tim paduan suara wanita GKPS Simpang Km 44 tampil pada festival paduan suara wanita GKPS di Kota Jambi baru- baru ini.

"Ayooo,...tarik terus,..horeee...kita menang...". Pekikan itu benar-benar mengobarkan semangat juang kaum wanita jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Jambi ketika mengikuti pertandingan tarik tambang di lapangan GKPS Jambi, baru-baru ini. Kendati harus jatuh bangun dan lintang pukang di lapangan berlumpur akibat guyuran hujan, kaum wanita gereja itu tetap ngotot meraih kemenangan dalam olahraga adu kekuatan tersebut.

Gelora semangat wanita GKPS Jambi mengikuti pertandingan olahraga tradisional skala kecil-kecilan itu bangkit sebenarnya bukan untuk meraih hadiah. Semangat bertanding mereka menyala-nyala karena pertandingan itu digelar untuk merayakan Yubileum 50 Tahun Wanita GKPS dan Tahun Wanita GKPS 2008. Mereka bersyukur mendapatkan tempat terhormat di lingkungan gereja.

Kaum wanita GKPS mensyukuri kehadiran organisasi wanita di gereja mereka karena melalui organisasi itulah wanita Kristen di Simalungun semakin banyak yang bebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, ketidakberdayaan, keterbelakangan, diskriminasi, dan berbagai tindak kekerasan.

Ketua Wanita Jemaat GKPS Jambi, Ny Putri Lindawati Br Damanik pada perayaan Yubileum 50 Tahun Wanita GKPS di Gereja GKPS Jambi mengatakan, kepedulian GKPS terhadap kaum wanita sejak 50 tahun silam banyak membantu wanita Simalungun meningkatkan emansipasi dan prestasi di berbagai bidang kehidupan.

Menurut Putri Lindawati yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Jambi, sejak dulu wanita di Simalungun sangat sulit membebaskan diri dari belenggu kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, diskriminasi, dan tindak kekerasan. Hal tersebut dipengaruhi pola budaya Batak yang menempatkan kaum wanita lebih rendah di bawah derajat pria.

Pola budaya paternalistik itu menjadikan kaum wanita hidup terkekang dan tak berdaya memperjuangkan nasib. Kaum wanita Simalungun dulu banyak yang terpaksa harus bekerja keras menghidupi keluarga karena suami mengabaikan tanggung jawab. Suami kurang menghargai istri, karena sang suami menilai bahwa istrinya telah dibeli secara adat.

"Wanita Simalungun zaman dulu banyak teraniaya jiwa dan raganya karena adat menetapkan wanita berada di bawah derajat pria. Akibatnya, wanita Simalungun banyak yang tertindas. Kini wanita semakin mendapatkan posisi terhormat dalam masyarakat Simalungun, khususnya di lingkungan GKPS. Hal ini tak terlepas dari perhatian GKPS terhadap wanita selama 50 tahun ini," katanya.


Tindak Kekerasan

Kendati negara dan gereja sudah lama menggemakan kepedulian terhadap wanita, ketidakpedulian atau pun tindak kekerasan terhadap wanita masih terus terjadi. Hal itu juga tampak dalam kehidupan masyarakat Batak, termasuk masyarakat Simalungun.

Ephorus (Pimpinan Pusat) GKPS, Pdt Belman P Dasuha STh, pada Synode Resort GKPS Jambi di Jambi baru-baru ini mengatakan, kesewenang-wenangan dan tindakan kekerasan terhadap kaum wanita di Simalungun hingga kini masih terus terjadi. Fenomena sosial itu sangat ironis di tengah gencarnya kegiatan pemberdayaan kaum wanita saat ini, termasuk di lingkungan GKPS.

Hingga kini masih banyak wanita di tanah Simalungun menjadi korban tindak kekerasan. Baik kekerasan fisik, sosial, maupun psikologis. Di tengah gencarnya gereja menghidupkan semangat Kartini, ternyata kekerasan terhadap wanita masih terjadi. Kekerasan yang sering menimpa kaum wanita tidak hanya kekerasan fisik seperti penganiayaan. Wanita di Simalungun masih banyak teraniaya karena kekerasan psikologis seperti perlakuan sewenang-wenang dari sang suami atau kaum pria.

Kaum laki-laki di Simalungun masih cenderung banyak menghabiskan waktu di lapo (kedai). Sedangkan kaum wanita atau istri membanting tulang bekerja menghidupi keluarga. Kaum wanita kadang tidak menghiraukan panas terik, hujan dan dingin bekerja di ladang, atau pun berdagang (marrengge-rengge). Fenomena sosial tersebut sulit dikikis dari "tradisi" masyarakat Batak, termasuk Simalungun karena masih banyak kaum wanita di tanah Batak terkungkung kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.


Pemberdayaan

Melihat kenyataan tersebut, kata Pdt Belman P Dasuha STh, GKPS tetap konsisten meningkatkan pemberdayaan wanita di tengah-tengah gereja, keluarga, dan masyarakat. Pemberdayaan wanita itu diwujudkan dalam bentuk peningkatan partisipasi wanita dalam pelayanan gereja dan masyarakat.

Wanita diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengenyam pendidikan, bekerja, memimpin dan melayani jemaat. Melalui peningkatan partisipasi itu, kaum wanita akan mampu hidup mandiri dari segi ekonomi, sosial dan kerohanian. Kemampuan itu menjadikan mereka bisa menjadi pionir-pionir dalam pekabaran Injil, pelayanan masyarakat dan pembinaan keluarga, khususnya anak-anak dan generasi muda.

Menurut Belman, GKPS meningkatkan pelayanan terhadap wanita agar tindak kekerasan terhadap wanita di tengah-tengah keluarga, minimal di tengah warga GKPS dan masyarakat Simalungun bisa dikikis habis. Komitmen GKPS dalam pemberdayaan kaum wanita itu juga untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang program Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

"Kita terus berupaya agar jangan lagi ada kekerasan terhadap wanita di tengah masyarakat. Inilah cita-cita kita, sehingga GKPS terus meningkatkan perhatian terhadap pembinaan wanita,"katanya.


Menjadi Bekat

Belman mengatakan, sebagai wujud peningkatan perhatian terhadap wanita itu, GKPS mencanangkan tahun 2008 sebagai Tahun Wanita GKPS. Pencanangan tahun wanita tersebut bertepatan dengan Yubileum 50 Tahun Wanita GKPS tahun ini. Perayaan Yubileum tersebut dirayakan di tingkat jemaat seluruh GKPS di Tanah Air, Minggu (9/3/2008). Kemudian perayaan di tingkat distrik (antar provinsi) dilaksanakan medio Mei - Juni di Pekanbaru-Riau.

Sedangkan perayaan Yubileum dan Tahun Wanita GKPS 2008 direncanakan dilaksanakan di Pematangsiantar, Simalungun, Oktober 2008. Berkaitan dengan tahun wanita dan Yubileum itu, GKPS menetapkan tema kegiatan, "Persiapkanlah kaum wanita agar hidup dalam pengetahuan, kepintaran dari Allah, sehingga mereka menjadi berkat bagi keluarga, gereja dan masyarakat".

Bekaitan dengan Yubileum dan tahun wanita itu, sepanjang tahun 2008, fokus pelayanan GKPS diarahkan kepada wanita. Baik itu pembinaan keluarga, maupun pembinaan dalam pelayanan-pelayanan gereja. Hal ini dilakukan karena GKPS melihat bahwa kaum wanita atau ibu rumah tangga sudah lama menjadi berkat bagi keluarga, masyarakat dan gereja.

Bahkan kehadiran ibu yang baik menjadikan keluarga sebagai "sorga" pertama bagi segenap anggotanya. Tanda-tanda kerajaan sorga itu bisa terlihat dari kemampuan ibu menciptakan suasana harmonis dalam keluarga. "Ibu rumah tangga yang baik mampu membangun hubungan antarsesama anggota keluarga untuk saling mengasihi dan saling mendengarkan, sehingga segenap anggota keluarga bisa hidup sejahtera dan damai," ujarnya.

Menurut Belman yang sudah dua tahun memimpin GKPS, kaum wanita juga memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan gereja karena mereka lebih tahan terhadap terpaan penderitaan.

Kaum wanita biasanya lebih mampu menanggung beban hidup berat untuk menyelamatkan perahu keluarga. Hal ini nampak dari banyaknya kaum wanita yang berperan ganda, yakni menjadi ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah keluarga demi pendidikan anak-anak.

Di tengah kesulitan pelayanan gereja juga, kaum wanita sering menjadi "penyelamat". Kaum wanita banyak menghidupkan kelesuan pelayanan di tengah gereja melalui paningkatan partisipasi mereka.

"Sebagai contoh kecil, tim paduan suara wanita paling banyak mengisi kekosongan hiburan di tengah peribadahan gereja. Kemudian penyiapan kebutuhan pelayanan jemaat, terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan gerejawi lebih banyak dilaksanakan kaum wanita," katanya.


Sejarah

Cikal bakal Komisi Wanita GKPS tumbuh ketika GKPS masih tergabung dalam Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan nama HKBP Simalungun. HKBP Simalungun membentuk Badan Penuntun tahun 1958 untuk memberi tuntunan bagi kaum wanita Kristen Simalungun meningkatkan partisipasi dalam pelayanan gereja, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

Kemudian Maret 1961 dibentuklah Perkumpulan Wanita Protestan Sima-lungun (Humpulan Parinangon Protestan Simalungun/HPPS). Komisi Wanita GKPS resmi dikukuhkan tahun 1963 setelah HKBP Simalungun resmi menjadi GKPS. Kaum wanita di GKPS saat ini sudah mencapai 47.084 jiwa.

Mereka tersebar di berbagai jemaat GKPS yang ada di pedesaan dan perkotaan. Baik di daerah Sumatera, Jawa dan daerah lainnya. Jumlah kaum wanita yang cukup besar di lingkungan GKPS itu merupakan potensi yang bisa dikerahkan untuk membantu peningkatan pelayanan gereja di tengah keluarga, masyarakat dan negara.

"Karena itu kita harapkan agar seluruh jemaat GKPS di Tanah Air benar-benar memfokuskan kegiatan pelayanan terhadap kaum wanita pada Yubileum 50 Tahun Wanita GKPS dan Tahun Wanita GKPS 2008 ini. Kita ingin agar wanita GKPS semakin menghidupkan semangat Kartini membebaskan wanita dari belenggu kebodohan, keterbelakangan, diskriminasi, dan tindak kekerasan,"katanya.
[Dikutip Dari Suarapembaruan Edisi Jumat, 12 April 2008 .Penulis Radesman Saragih]



--------------------------------------------------------------------------------

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama