BUDAYA SENI SIMALUNGUN PUNAH DI NEGERI SENDIRI

Simalungun-Generasi penerus budaya Simalungun kini hampir punah. Minat pemuda Simalungun untuk menggeluti budaya Simalungun jinni semakin pudar, dan bahkan hampir sirna.

Demikian dikatakan L Saragih, salah satu Pengrajin Alat Tradisional Budaya Simalungun kepada wartawan media ini ketika ditemui di kediamannya " Anjuau" di Jalan Sudirman Pematang Raya, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun baru-baru ini.


Menurutnya, minat pemuda Simalungun untuk belajar budaya Simalungun kini jarang ditemukan. Untuk melestaraikan budaya tradisional Simalungun, perhatian Pemkab Simalungun masih minim.

Dikatakan, sejak tahun 1958 dirinya menggeluti pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun, hingga kini belum ada generasi penerus untuk melestarikan budaya tradisional tersebut.

Menurut L Saragih, dirinya kini masih aktif membuat cenderamata tradisional Simalungun seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih, terbuat dari besi kuningan).

Selain itu, juga aktif membuat Gotong (topi khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).

Menurut Saragih, selain membuat alat tersebut, dirinya juga aktif memainkan Gondrang 7 hata (gendang 7 buah), Sordam (suling dua lobang), Suling, Sarunei (serunai kayu). Saragih juga pernah meraih sejumlah prestasi dalam Lomba Musik Tradisional di Simalungun.

Selain meraih juara satu Umum Tortor Sombah (tarian Raja Simalungun) pada HUT TNI ke- 55 tahun 2000 lalu, dirinya juga pernah meraih juara satu Gondrang Simalungun dalam pesta Budaya Simalungun " Rondang Bintang" di Haranggaol 1998.

Dikemukakan, menggeluti pengrajin ukiran dan seni tradisional Simalungun merupakan profesi yang menjanjikan. Diakuinya, L Saragih mampu menyekolahkan lima anaknya hingga keperguruan tinggi dari profesi pengrajin alat tradisional Budaya Simalungun.

" Cindra mata dan seni tradisional budaya Simalungun kini masih langka di jumpai. Harga cindramata budaya Simalungun tergololong mahal. Harga satu set Gotong mencapai Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Harga ditentukan dengan jenis cendera mata," ujar pria kelahiran Pematang Raya tahun 1958 ini.

Menurutnya, jika Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak memperhatikan pelestarian Budaya Tradisional Simalungun tersebut, dikhawatirkan generasi pengrajin alat dan seni Budaya Tradisional Simalungun akan punah.

Dirinya menghimbau agar pemerintah setempat memasukkan program-program muatan local seperti keterampilan dan seni Budaya Simalungun di di sekolah-sekolah. Hal itu penting untuk menumbuh kembangkan seni dan budaya Simalungun di negeri sendiri.(Asenk Lee Saragih)

2 Komentar

  1. sekarang, kita tentunya bertanya-tanya....mengapa itu bisa terjadi.
    jujur saja, saya juga tidak mengerti memainkan gondrang 7 hata, dan kesenian simalungun lainnya.
    setidaknya ini membenarkan tulisan bapak.dan juga saat ini, generasi muda simalungun telah menganggap kebudayaan simalungun itu sebagai boomerang dalam dirinya. didalam milist2 simalungun juga, banyak pertanyaan seperti ini. mengapa budaya simalungun telah dilupakan, sehingga membuat simalungun telah tertinggal jauh dengan budaya batak lainnya. makasih pak,,,sukses selalu...
    oh ya,,aku kebetulan bapak marga saragih, aku mau nanya : apakah saragih simalungun termasuk PARNA atau tidak???karena, saat ini topik ini telah menjadi pernyataan pro dan kontra digenerasi muda simalungun...

    BalasHapus
  2. This is true. Batak culture is very rich and diverse, making Batak culture admired and even there there are also many area attractions.

    Regards
    Jegez Love Batak

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama