EMERITUS DAN PENERUS DALAM PEKABARAN INJIL

Oleh :Wira Dani Damanik
Wira Dani Damanik

JAMBI-“Tidak ada yang abadi di dalam hidup ini”, ungkapan ini tentu sangat sering kita dengar di dalam percakapan sehari-hari bahkan dengan makna yang sama tertuang juga dalam satu karya lagu oleh band peterpan. 

Kalimat tersebut tidak sepenuhnya bisa dibantah oleh siapa dan apapun juga di muka bumi ini karena manusia menyadari waktu tidak terulang, tentu ini membawa setiap orang dalam perenungan memaknai setiap kesempatan yang dimiliki. Perenungan itu hendaknya dihasilkan atas refleksi diri namun ada aksi setelahnya maka tindakan seperti ini akan selalu membawa perubahan kearah yang produktif juga positif.

Emeritus di dalam kbbi diartikan berhenti dari dinas aktif, biasanya karena usia, tetapi tetap memegang jabatan atau titelnya. Para pendeta dalam masa pelayanannya akan bertemu dengan masa pensiun, sintua dan syamas memiliki masa dinas waktu yang terbatas, bahkan orang tua yang minimal punya peran sebagai sipambobai bagi anak-anaknya akan berujung tidak bisa berbuat maksimal. Semua ini tentu diakibatkan oleh waktu yang  tidak abadi itu.

Regenerasi adalah kunci dari persoalan tersebut, generasi tua yang akan emeritus harus digantikan oleh generasi muda sebagai pemimpin yang akan meneruskan nilai-nilai. Maka sangat dibutuhkan proses penanaman nilai-nilai tentang organisasi yang dalam hal ini Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) atau sering disebut kaderisasi.

GKPS dalam bulan ini merayakan olob-olob yang selalu dirayakan dengan bersukacita yang biasa dilakukan dalam rangka ulang tahun injil masuk ke tanah Simalungun, namun dalam rangka ulang tahun di angka tertentu seperti 25, 100, 115, 125 tahun disebut jubileum. 

Perayaan olob-olob ini dirayakan dengan sukacita oleh warga GKPS dengan pesta yang kadang dilakukan dalam tingkat jemaat,resort, sampai distrik. Masuknya injil di Simalungun merupakan berkat terbesar yang diawali oleh datangnya seorang misionaris Jerman bernama August Theis yang diutus oleh RMG (Rheinische Missiongeselchaft). 

Bagaimana tidak menjadi berkat terbesar yang dirasakan oleh Simalungun sebab dengan masuknya injil, hidup orang Simalungun mulai diperbaharui dengan pertobatan hati dan dibuktikan dengan dengan kualitas yang baru. Diri yang baru tadi juga telah tampak dalam hidup orang Simalungun. Semua ini tentu karena seorang August Theis memiliki daya juang serta komitmen dalam panggilannya. 

Pemuda masa kini lebih khusus lagi pemuda GKPS perlu belajar dari hidup dan karya August Theis seorang misionaris yang menyebarkan injil di tanah orang lain yang tantangannya lebih besar karena harus beradaptasi dengan budaya lokal serta dengan berbagai cara menyakinkan orang. 

Dalam buku teologi GKPS disebutkan secara pribadi August Theis punya  pengalaman rohani yang unik yaitu persoalan tiefe Suendenerkentnis (pengalaman akan keberdosaan mendalam) yang ia pikul selama 2 tahun sambil bekerja di sebuah pabrik. Lalu ia menemukan penyembuhan melalui membaca buku rohani popular, An der pforte (di pintu gerbang). 

Dan dalam percaya bahwa: Jesus hat auch meine sunden getragen (Yesus juga memikul dosa saya) hatinya bergetar melihat gambar misionaris RMG-Barmen yang dibunuh di Borneo, yang membuatnya, tahun 1894 mengarahkan langkahnya mengikuti 6 tahun kursus  di “Missionsdienst” Barmen (tercatat di arsip perpustakaan VEM/UIM  Wuppertal, no.B/f 66). August Theis juga merencakan membuka sekolah di raya tongah 5 oktober 1908 lalu beberapa tahun kemudian istrinya Henriette Bannier membuka sekolah putri di raya tongah. Karya tersebut menurut saya adalah suatu hal yang luar biasa yang membuktikan seorang August Theis mempunyai kesungguhan dalam setiap panggilan serta seorang yang visioner.

DIALOG DALAM BERIMAN

Pekabaran injil telah membuktikan orang-orang Simalungun lebih maju yang dimulai dengan adanya pertobatan. Ini tentu membuktikan firman Tuhan yang ada pada amsal 1:7 yang bunyinya “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”. 

Pada tahun 1913 dicatatkan bahwa sudah ada 11 jemaat dan 90 orang yang dibabtis (angka-angka dibabtislah yang selalu menjadi tanda dan makna kehadiran dan sukses Theis). Keberhasilan seorang August Theis ini tidak terlepas dari adanya dialog yang dibangunnya. 

Melalui diaognya yang baik dia diterima bahkan mau menerima ajaran kristen yang dibawanya ditandai dengan dibabtisnya orang-orang Simalungun. Lalu pada tahun 1916 bekerjalah Gr. J. Wismar Saragih. Lantas segeralah tumbuh deras kekristenan disitu, demikian juga sekolahnya, khususnya karena putra Simalungunlah yang menjadi guru dan ia dapat memahami hati warga itu.

Dengan terbuktinya bahwa masuknya injil di Simalungun memberi banyak perubahan bagi masyarakat Simalungun yang sampai hari ini sekitar 200 ribu lebih jemaat sudah sejauh mana anak muda berperan? Bahkan sudah meluasnya teologi GKPS  tentu pula gereja berpartisipasi  dalam ihwal pembangunan manusia. 

August Theis dan J. Wismar Saragih telah menggerakkan orang Simalungun kepada pertobatan dan kualitas hidup baru, tapi masih banyak diantara warga GKPS melihat dan melayani dalam batas ruang suku Simalungun saja. PGI (persekutuan gereja-gereja di Indonesia)  yang juga GKPS tergabung di dalamnya pernah memiliki tema “Allah berkarya dalam pembangunan bangsa” maka teologi GKPS kemasukan dimensi baru yaitu soal-soal keadilan, ekonomi, kemiskinan dan soal-soal ideologi bangsa mesti diperhadapkan dengan Firman Tuhan  juga. 

NKPS ( Namaposo Kristen Protestan Simalungun) yang sekarang NGKPS pada awal terbentuk mempunyai tugas yang sentral yaitu mengabarkan injil ke orang-orang Simalungun khususnya kalangan muda. 

Namaposo (pemuda) pada saat itu sudah diyanikini sebagai agent of  change (agen perubahan) maka hal ini yang perlu menjadi refleksi kepada generasi muda GKPS yang akan menggantikan peran-peran orang tua yang akan emeritus tersebut. Namun sayangnya masih banyak pemuda GKPS masa kini yang kurang peduli terhadap pembangunan gereja, semakin banyak pemuda apatis. Minimnya pemuda kita yang membekali dirinya untuk panggilan Tuhan sebagai warga kristen dan membekali diri untuk panggilan bernegara sebagai warga Indonesia.

Tema PGI (“Allah berkarya dalam pembangunan bangsa”) tersebut menjadi penting untuk generasi muda sehingga pemuda tidak hanya cukup bergaul dengan satu suku dan satu gereja saja. Namaposo GKPS perlu membuka ruang-ruang dialog terhadap pemuda lintas denominasi gereja, lintas suku, lintas agama  bahkan yang tidak beragama sekalipun. 

Dialog tersebut tentu penting sebagai sikap inkluif (terbuka) NGKPS yang tentu akan mendapat suatu formulasi seperti yang dilakukan Theis yang akhirnya bertemu Wismar dan dialog ini adalah manifestasi wawasan oikumene. Inilah catatan penting yang perlu direfleksikan oleh pemuda kita di 117 tahun injil sampai di tanah Simalungun karena menggereja tanpa mengindonesia adalah sebuah ketidakmungkinan eklesial. 

Artinya kita tidak bisa disebut sebagai gereja apabila mengabaikan konteks hidup bergereja kita, tanah air Indonesia. Ini sejalan dengan kisah Tuhan Yesus yang menjadi manusia dan menyejarah dalam konteks hidup konkret. Maka dari itu gereja tidak boleh alergi, takut, atau pun ragu-ragu untuk berbicara mengenai isu-isu sosial-politik. Gereja bertanggung-jawab untuk mempersiapkan warganya agar mampu berkiprah signifikan untuk kemajuan bangsa.

Tulisan ini berjudul emeritus dan penerus dalam pekabaran injil menempatkan pemuda sebagai penerus yang bertanggung jawab dan mampu menjadikan Firman Allah itu menjadi kabar baik kepada umat manusia dalam bergereja juga bernegara sehingga pemuda GKPS benar benar menjadi terang dan garam dunia, pemuda yang menjadi agen perubahan, agen control sosial. 

Momentum 117 tahun injil sampai di tanah Simalungun menjadi refleksi yang serius bagi NGKPS untuk berbenah mempersiapkan/membekali diri bagi panggilan Tuhan dan panggilan bernegara. Saatnya namaposo GKPS bangkit dari segala kelalaian dan ketertinggalan. 

Cara terbaik dalam mensyukuri 117 tahun ini di tengah-tengah kondisi bangsa yang cukup sulit diakibatkan mewabahnya virus covid-19 ini adalah bangkit dan turut serta sebagai problem solver atau pun solution maker dalam kompleksitas permasalahan gereja dan negara. Maka dengan melakukan beberapa catatan penting ini maka namaposo GKPS akan mampu menjadi penerus yang baik. NAMAPOSO GKPS BANGKIT!!!

(Tema lomba yang diikuti oleh penulis adalah “Menyemai kembali semangat pekabaran injil di kalangan generasi muda Simalungun”)

Penulis Meraih Juara II Pada Lomba Ini. Penulis adalah namaposo GKPS Tanah Kanaan Jambi & Mahasiswa Universitas Jambi

Catatan Redaksi: Tulisan ini asli belum ada pengeditan oleh Redaksi dan tulisan ini sudah dinilai oleh Juri Pesta Olob-olob J-117 Injil di Simalungun Tingkat GKPS Resort Jambi September 2020)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama