“Saya rela meninggalkan profesi awal saya sebagai karyawan honorer di PDAM Thirta Lihau Simalungun. Namun berkat panggilan nurani mengabadikan adat, budaya Simalungun saya terjun menjadi pengrajin ukiran dengan modal otodidak. Sekarang saya sering ikut Pemkab Simalungun jika ada pameran khas daerah,”kata suami dari boru Simarmata ini.
Menurutnya, kalau pada tahun 1992 hingga 1998 pengrajin cendramata khas Parapat Simalungun masih bergairah. Sebab hasil karya pengrajin Simalungun dieksport ke Belanda dan Jerman. Namun sejak krisis moneter dan minimnya kunjungan wisata ke Danau Toba, Parapat, pengrajin cendramata di Parapat gulung tikar.
“Bagi saya penghasilan itu relatif. Saya menggeluti profesi saya sekarang ini bukan untuk mencari rejeki semata, namun sebagai kiprah saya untuk mengabadikan peninggalan Sejarah Budaya Simalungun dalam berbagai ukiran kayu. Saya juga hingga kini masih eksis berkarya dengan ukiran khas Simalungun,”ujar ayah dari Josua, Febrin dan Putri ini.
Sejak menikah tahun 1985 silam dengan boru Simarmata, mereka kini dikarunia tiga anak. Dengan mata pencaharian istri sebagai PNS di Depenrindag Pemkab Simalungun dan seorang pengrajin cendramata, Jamansen Sipayung dan istrinya mampu menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi di Jakarta.
Menurut Jamensen Sipayung, jika pecinta cendramata khas Simalungun dari Parat, dapat menemuinya di rumahnya di Jalan Anggarajim No 7 B Kelurahan Girsang S Bolon, Kecamatan Parapat, Kabupaten Simalungun.
Dirinya berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun dapat menjadi mitra dalam pemasaran dan promosi cendramata khas Simalungun dari Parapat Danau Toba. Dirinya juga meminta pemerintah setempat untuk lebih sering membuat kegiatan pameran cendramata di Sumatera Utara atau di luar Sumatera Utara.
“Pameran yang kami ikuti di Jambi dalam rangka Harganas itu mendapat sambutan hangat dari warga Simalungun yang berdomisili di Jambi. Tidak itu saja, pengunjung yang berasal dari tanah Jawa juga banyak meminati cendramata khas Simalungun. Sayang kerena transportasi kita yang sulit, sehingga cendramata yang kita bawa ke Jambi terbatas,”akunya.
Menurut Jamansen Sipayung, kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka Pesta Danau Toba di Paraptat tanggal 14 Juli 2008, dapat memberi dampak positif bagi pengrajin cendramata khas Simalungun dari Parapat.
Pesta Danau Toba yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun guna mendongkrak kunjungan wisatawan manca negara dan domestik pada obyek wisata di Simalungun. Dengan kegiatan itui, penjualan cendramata khas Simalungun dari Parapat akan ikut menggeliat.
“Kalau tahun 1986-1998 kunjungan wisatawan ke Parapat sangat tinggi. Namun sekarang minim, bahkan wisatawan manca negera hampir bisa dihitung dengan jari dalam sepekan. Ini juga dipengaruhi oleh situasi politik dan kondisi kemanan di Indonesia. Selain itu juga sarana pendukung obyek wisata di Simalungun masih minim, khususnya infrastruktur jalan,”ujar pria Simalungun kelahiran 31 Mei 1960 ini.
Menurutnya, ukiran dari bahan kayu atau bebatuan untuk cendramata khas Simalungun dari Parapat seperti miniatur Rumah Bolon, Pena Gorga Batak Simalungun, pakaian pasangan penganten Simalungun, dan berbagai ragam bentuk cendramata lainnya.
“Kalau Lae nanti pulang kampung dan usahakan singgah ke Parapat. Saya akan berikan ukiran kayu pasangan penganten Simalungun untuk Lae. Saya janji akan memberikannya secara Cuma-Cuma sama Lae,”ujar Jamansen Sipayung menawarkan kepada Batak Pos sembari menuju Bus Intra dan bertolak dari Jambi. Asenk Lee Saragih. (Tulisan ini sudah naik di HU Batak Pos Edisi Rabu 2 Juli 2008)
Posting Komentar