JAMBI-Pelaksanaan Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Provinsi Jambi yang berlangsung di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Jambi, Selasa (8/4/2025) berjalan dengan baik. Sidang dengan agenda Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Majelis Pekerja Harian (MPH) PGIW Jambi Tahun 2024 dan program kerja tahun 2025 dihadiri sebanyak 118 orang peserta dari 41 dedominasi gereja dibawah naungan PGIW Provinsi Jambi.
Sidang MPL PGIW Jambi Tahun 2025 ini juga dihadiri Anggota DPRD Provinsi Jambi Fraksi PDIP Dapil Kota Jambi Ir Daulat Sitorus dan Anggota DPRD Kota Jambi Fraksi PDIP Djokas Siburian.
Sidang MPL PGIW Jambi Tahun 2025 ini mengambil Tema "Hiduplah Sebagai Terang yang Membuahkan Kebaikan, Keadilan dan Kebenaran." (Efesus 5:9). Sementara Subtema, "Bersama-sama mewujudkan masyarakat majemuk yang Pancasila dan berdamai dengan segenap ciptaan Allah."
Sebelum acara Sidang MPL diawali dengan ibadah yang langsung dipimpin Ketua PGIW Provinsi Jambi Pdt Walsen Napitu, S.Th, MA, liturgis disampaikan Pdt Franky Doris Morinata Malau, S.Th, doa syafaat oleh Pdt Rudyard N Saragih, S.Si, Teol dan koordinator sidang majelis St Radesman Saragih, S.Sos.
Hiduplah Sebagai Terang Yang membuahkan Kebaikan, Keadilan dan Kebenaran (bdk. Efesus 5:8b-9)
Sub Tema: “Bersama-sama Mewujudkan Masyarakat Majemuk yang Pancasilais dan Berdamai dengan segenap ciptaan”
"Menghadirkan Menghadirkan Kebaikan bagi Semua”.
Tema tersebut merupakan tema sepanjang tahun 2024-2029 di lingkungan PGI yang harus terus dikumandangkan dan diwujudnyatakan oleh karena dunia telah disadarkan akan kenyataan buruk tentang penindasan, konflik, kehancuran ekologi, ketidakadilan ekonomi, sosial dan etnis.
Dalam bayang-bayang pengalaman ini, gereja-gereja diajak bersekutu dan menanggapi panggilan Allah, untuk menyatakan kasih Allah Trinitas yang termanifestasi dalam Yesus Kristus, dan untuk memancarkan cahaya harapan yang membuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran.
Tema ini hendak mengajak kita memasuki hidup baru, dan sebagaimana manusia baru yang sudah mengenal Kristus, harus menanggalkan manusia lama dengan cara-cara lama yang menyesatkan.
Dan di dalam Dia kita juga menjadi bagian rencana agung Allah bagi dunia ini: untuk berbuat kebajikan, keadilan dan kebenaran di dalam Dia kita harus menanggalkan cara hidup lama yang mementingkan diri sendiri, yang dikuasai oleh roh kerakusan, dan membiarkan kehidupan baru mengubah pikiran kita serta membentuk kembali pola tingkah laku kita, sebagai Terang. Dengan demikianlah kita membuahkan Kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Seruan Tema ini mengajak umat Kristen dapat mengaplikasikan terang Kristus dalam kehidupan keluarga, berbangsa dan bernegara. Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran, tidak mengenali diksi, tetapi harus di wujudkan dalam setiap prilaku Kehidupan Jemaat Kristiani.
Firman Tuhan hari ini, mengingatkan kita akan siapa kita. Efesus 5:8-16 mengingatkan kita bahwa kita adalah anak-anak terang. Kiranya, pemahaman ini tidak hanya kita serap sebagai pengetahuan, namun dapat mendorong kita juga dalam berperilaku sebagaimana anak-anak terang.
Setiap umat kristiani harus mampu mewujudkan terang Kristus dengan terus berjuang menentang penindasan politik, ataupun gender agama, ras, sosial dan ekonomi. Ia juga mengajak umat Kristen harus dapat mengkonstruksikan identitas terang itu secara spiritualitas dengan berani membela yang tidak dapat bersuara, tertindas, termasuk membela anak-anak yang menderita serta alam lingkungan sekitar.
“Tugas kita sebagai pengurus gereja adalah selalu menigatkan jemaat bahwa terang menuntun keadilang dan terang Kristus akan menuntut kehidupan kita Dimana pun berada,”.
Peran dan model Kristus di dalam aktivitas umat yang tidak saja berbicara mengenai terang sebagai otentik identitas Kristen, tapi juga menggambarkan atribut dari terang yang harus dipancarkan dalam ciptaan kemuliaan Allah dengan tetap berada pada konstruksi identitas yang otentik dari tanggung jawab sebagai anak Kristen.
Adapun makna identitas sebagai "anak-anak terang" yang dipanggil untuk memperjuangkan nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan kebenaran di tengah berbagai tantangan. Seruan ini menjadi pengingat bahwa gereja dipanggil untuk terus hidup sesuai identitasnya dan menjalankan misi Ilahi dalam setiap situasi.
Pada sidang raya di Rantepao Toraja pada bulan Nopember tahun 2024 yang lalu, gereja-gereja anggota PGI dituntut para peserta secara mendalam membahas enam pergumulan utama yang dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia saat ini, yaitu: keesaan, kebangsaan, ekologi, keluarga, pendidikan, serta disrupsi kecerdasan buatan (AI).
Kehadiran gereja sebagai terang paling tidak harus mencirikan beberapa hal, yaitu: menyingkirkan kegelapan, menentramkan, mendamaikan, membawa kebaikan, dan mempermudah pencarian. Untuk itu, PGIW sebagai persekutuan bukan persatuan, harus berdampak secara nyata bagi dunia.
Demikian juga seluruh anggota PGIW harus memperkuat persekutuan. Persatuan itu dapat diumpamakan seperti sapu lidi. Jika ia selalu bersama akan menjadi kuat, tetapi jika salah satu tercabut, ia bisa melukai pihak lain.
Αda ilustrasi menarik...
Seorang buta sedang berjalan dengan tongkatnya di malam hari.
Tangan kanannya memegang tongkat, sementara tangan kirinya membawa lampu.
Pemandangan ini mengherankan bagi seorang pria yang kebetulan melihatnya.
Karena penasaran, pria itu bertanya,
"Mengapa anda berjalan membawa lampu?"
Orang buta itu menjawab, "Sebagai penerangan".
Dengan heran pria iτu bertanya lagi, "Tetapi, bukankah anda buta & tetap tidak bisa melihat jalan meski ada lampu penerangan?"
Orang buta itu tersenyum sambil menjawab, "Meski saya tidak bisa melihat, orang lain melihatnya. Selain membuat jalanan menjadi terang, hal ini juga menghindarkan orang lain untuk tidak menabrak saya..."
Di saat kita melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya kita sedang melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri. Inilah rahasia kehidupan untuk hidup yang penuh berkah, berkelimpahan & bahagia.
"Apa yang kita lakukan untuk orang lain, suatu saat pasti akan terjadi kepada kita".
Gereja sebagai bagian dari masyarakat Indonesia harus berperan untuk mengatasi persoalan multidimensi. Karena itu, gereja harus secara serius memberi perhatian pada masalah keluarga dan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tidak menutup mata terhadap ketidakadilan yang dialami masyarakat yang termarjinalkan.
Selain itu, gereja harus berpartisipasi secara aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Sebab, masalah kerusakan lingkungan berada dalam tahap darurat ekologis yang mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi, menyusul alih fungsi lahan dan pertambangan yang mengakibatkan banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya. (***)
Posting Komentar