Jambi-Salah satu lagu inspirational yang membuatku meneteskan airmata ketika pertama kali mendengarnya. Syair-nya begitu menyentuh, khususnya kalimat “It is well with my soul”. Karena penasaran, aku memanfaatkan google untuk mencari tahu siapa pencipta lagu tersebut dan ternyata ada kisah luar biasa di balik terciptanya lagu yang indah dan penuh semangat iman ini. Lirik lagu “It is well with my soul” ditulis oleh Horatio Spafford sementara musiknya dibuat oleh sahabatnya, Philips Paul Bliss.
Horatio G. Spafford lahir pada 20 Oktober 1828 di Lansungburgh, New York. Dia adalah seorang pengacara sekaligus pengusaha sukses di Chicago. Horatio mempunyai seorang istri, Anna Spafford, dan 5 orang anak (1 orang laki-laki dan 4 orang perempuan).
Pada tahun 1860-an keluarga Spafford merupakan salah satu keluarga yang terpandang di Chicago. Horatio mendapatkan keuntungan besar dari investasinya dalam reasl estate di sepanjangan tepi danau Michigan.
Walaupun hidupnya serba serba berkelimpahan keluarga Spafford sangat aktif dalam kegiatan gereja sebagai seorang jemaat setia Presbysterian.
Namun, kehidupan tidak selamanya membahagiakan bagi keluarga Spafford. Tragedi pertama terjadi pada tahun 1870 ketika putra satu-satunya, yang waktu itu berusia 4 tahun, meninggal akibat demam berdarah.
Namun, kehidupan tidak selamanya membahagiakan bagi keluarga Spafford. Tragedi pertama terjadi pada tahun 1870 ketika putra satu-satunya, yang waktu itu berusia 4 tahun, meninggal akibat demam berdarah.
Ketika belum sepenuhnya pulih dari kesedihan akibat kehilangan putra tunggalnya, tragedi kembali melanda keluarga Spafford. Tahun 1871 terjadi sebuah kebakaran besar di Chicago (Great Chicago Fire) yang menyapu habis semua aset-aset real estatenya sehingga perusahaannya pun akhirnya bangkrut.
Tidak berdiam diri dan jatuh dalam depresi, Horatio kembali usahanya sambil membantu sesama warga Chicago lainnya yang kehilangan tempat tinggal.
Ketika keadaan agak mulai membaik, Horatio berencana membawa keluarganya berlibur ke Eropa untuk menenangkan diri. Pada tahun 1873, sahababatnya sekaligus seorang penginjil besar Amerika bernama D.L. Moddy berencana untuk mengadakan pertemuan penginjilan di Inggris sehingga Horatio membawa istri serta keempat anak perempuannya untuk mengikuti pertemuan tersebut.
Ketika keadaan agak mulai membaik, Horatio berencana membawa keluarganya berlibur ke Eropa untuk menenangkan diri. Pada tahun 1873, sahababatnya sekaligus seorang penginjil besar Amerika bernama D.L. Moddy berencana untuk mengadakan pertemuan penginjilan di Inggris sehingga Horatio membawa istri serta keempat anak perempuannya untuk mengikuti pertemuan tersebut.
Keluarga Spafford bersiap untuk berlayar ke Inggris menaiki kapal uap Perancis bernama Vile du Havre dari pelabuhan New York dengan melintasi samudera Atlantik.
Akan tetapi, sesaat sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, Horatio terpaksa harus menunda keberangkatannya karena ada urusan bisnis yang sangat penting dan tidak bisa ditunda. Istri dan keempat anaknya tetap berangkat dan Horatio berjanji akan segera menyusul setelah urusan bisnisnya selesai.
Pada malam tanggal 22 November 1873, tragedi kembali menerpa keluarga Spafford, kapal Vile du Havre yang mereka tumpangi bertabrakan dengan kapal besi Inggris,The Loch Earn.
Pada malam tanggal 22 November 1873, tragedi kembali menerpa keluarga Spafford, kapal Vile du Havre yang mereka tumpangi bertabrakan dengan kapal besi Inggris,The Loch Earn.
Hanya dalam tempo 12 menit Vile du Havre tenggelam dan menewaskan 226 penumpang, termasuk keempat putri Horatio : Annie, Maggie, Bessie dan Taneta. Anna Spafford termasuk salah satu dari 47 orang yang selamat.
Anna yang selamat dari kecelakaan kapal tersebut mengisahkan saat-saat terakhir ketika tragedi itu merengut nyawa keempat putrinya : “Aku merasa seperti tersedot dengan keras ke bawah. Bayi taneta terlepas dari tanganku karena benturan dengan beberapa puing kapal. Benturan itu begitu keras sehingga lenganku memar parah.
Anna yang selamat dari kecelakaan kapal tersebut mengisahkan saat-saat terakhir ketika tragedi itu merengut nyawa keempat putrinya : “Aku merasa seperti tersedot dengan keras ke bawah. Bayi taneta terlepas dari tanganku karena benturan dengan beberapa puing kapal. Benturan itu begitu keras sehingga lenganku memar parah.
Aku mencoba menggapai untuk menangkap bayiku dan berhasil menangkap gaunnya, namun sesaat kemudian ombak menghantam dan merobek baju yang kugenggam dan menghempaskan bayiku dari tanganku selamanya.”
Kedua putrinya yang lain, Maggie dan Annie ditolong oleh seorang pemuda, penumpang kapal yang berhasil mengapung dengan sepotong kayu.
Ia berenang mendekati kedua gadis itu dan menyuruh mereka menggenggam kedua sisi bajunya sambil mencoba mencari papan yang cukup besar untuk mereka bertiga.
Setelah berjuang sekitar 30-40 menit di laut, mereka berhasil mendapatkan papan yang cukup besar dan pemuda itu berusaha membantu kedua gadis Spafford untuk naik ke papan. Tetapi ia melihat tangan mereka yang menggenggam bajunya mulai melemah dan mata mereka tertutup.
Tubuh kedua gadis yang sudah tidak bernyawa lagi itu perlahan mengambang menjauh dari tubuh si pemuda yang juga lumpuh akibat kecelakaan tersebut. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada putri Stafford yang bernama Bessie.
Dengan tubuh penuh memar dan luka, Anna Spafford berhasil diselamatkan, namun semua rasa sakit yang dideritanya tidak sepanding dengan kepedihan hati akibat kehilangan keempat putrinya.
Dengan tubuh penuh memar dan luka, Anna Spafford berhasil diselamatkan, namun semua rasa sakit yang dideritanya tidak sepanding dengan kepedihan hati akibat kehilangan keempat putrinya.
Pastor Nathaniel Weiss, salah seorang penumpang yang juga selamat dari kecelakaan kapal tersebut mendengar Anna berkata, “Tuhan memberiku empat anak perempuan. Sekarang mereka diambil dariku.
Suatu hari nanti aku akan mengerti mengapa …” Anna benar-benar hancur, namun dalam kesedihan dan keputusasaannya, ia mendengar suara lembut berbicara kepadanya, “Engkau diselamatkan untuk suatu tujuan.”
Anna teringat seorang teman pernah berkata, “Sangat mudah untuk bersyukur ketika engkau memiliki segala sesuatu, tetapi melupakan Tuhan dan hanya mengingatNya saat berada dalam masalah.”
Sembilan hari setelah diselamatkan dan tiba di Cardiff, Wales, Anna mengirimkan telegram kepada suaminya. Telegram itu berisi kalimat : “Saved alone. What shall I do?” (aku sendiri yang selamat, apa yang harus kulakukan?) Horatio bergegas menuju Inggris untuk menemani Anna dan berada di sisinya dalam masa-masa berat tersebut.
Dalam perjalanan menuju Inggris, kapten kapal menunjukkan lokasi dimana kapal Vile du Havre tenggelam yang menewaskan empat putri Horatio. Malam itu Horatio tidak dapat tidur.
Sembilan hari setelah diselamatkan dan tiba di Cardiff, Wales, Anna mengirimkan telegram kepada suaminya. Telegram itu berisi kalimat : “Saved alone. What shall I do?” (aku sendiri yang selamat, apa yang harus kulakukan?) Horatio bergegas menuju Inggris untuk menemani Anna dan berada di sisinya dalam masa-masa berat tersebut.
Dalam perjalanan menuju Inggris, kapten kapal menunjukkan lokasi dimana kapal Vile du Havre tenggelam yang menewaskan empat putri Horatio. Malam itu Horatio tidak dapat tidur.
Berjam-jam lamanya ia merenungkan dan mengingat semua tragedi yang terjadi pada keluarganya dan keempat putrinya yang meninggal di tengah-tengah samudera Atlantik itu. Dalam keadaan hati yang hancur, Horatio menulis pada secarik kertas, “It is well, the will of God be done.”
(Hal ini baik, kehendak Tuhan, terjadilah). Dia atas kapal inilah Horatio kemudian menulis hymne “It is well with my soul” yang jika diterjemahkan : Jiwaku sanggup menerima (cobaan ini) atau dalam terjemahan bebas : Jiwaku baik-baik saja (walau didera penderitaan). Ketika bertemu kembali dengan istrinya, ia berkata, “Kita tidak kehilangan anak-anak kita. Kita hanya berpisah dengan mereka untuk sementara.”Horatio membawa Anna kembali ke Chicago untuk memulai kembali kehidupan mereka. Tuhan mengaruniai mereka dengan tiga orang anak. Putra mereka yang lahir pada tahun 1876 diberi nama Horatio untuk mengenang putra mereka yang telah meninggal.
Pada tahun 1878 Horatio dan Anna dikaruniai seorang putri yang diberi nama Bertha dan dua tahun kemudian, 1880, lahirlah Grace. Tragisnya, ketika Horatio kecil berusia 4 tahun, ia juga meninggal karena penyakit demam seperti kakak lelakinya.
Belum hilang kepedihan akibat wafatnya Horatio kecil, jemaat gereja mengucilkan mereka dengan alasan, “Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan keluarga Spafford sehingga banyak tragedi menimpa mereka.”
Karena tidak lagi diterima jemaat di gerejanya, pada bulan September 1881, Horatio membawa keluarganya menuju Yerusalem untuk menetap di sana.
Karena tidak lagi diterima jemaat di gerejanya, pada bulan September 1881, Horatio membawa keluarganya menuju Yerusalem untuk menetap di sana.
Bersama beberapa kawan yang juga ikut pindah bersamanya, Horatio memulai sebuah kelompok pelayanan yang kemudian dikenal sebagai “American Colony.” Mereka melayani orang-orang yang kekurangan, membantu orang miskin, merawat orang sakit dan menampung anak-anak tunawisma.
Tujuan mereka hanyalah untuk menunjukkan kasih Yesus kepada sesama yang menderita. Novelis Swedia, Selma Ottiliana Lovisa Lagerlof menulis tentang pelayanan yang dilakukan kelompok ini dalam novelnya berjudul “Yerusalem.” Novel tersebut berhasil memenangkan hadiah Nobel.
Horation Spaffor meninggal karena malaria pada 16 Oktober 1888 di Yerusalem. Anna Spafford terus bekerja di daerah sekitar Yerusalem sampai kematiannya pada tahun 1923.
Putri Horatio, Bertha Spafford Vester, menulis kisah ini dalam bukunya “Our Yerusalem” : “Di Chicago, ayah mencari penjelasan tentang hidupnya. Hingga saat ini, semuanya mengalir dengan lembut seperti sungai.
Horation Spaffor meninggal karena malaria pada 16 Oktober 1888 di Yerusalem. Anna Spafford terus bekerja di daerah sekitar Yerusalem sampai kematiannya pada tahun 1923.
Putri Horatio, Bertha Spafford Vester, menulis kisah ini dalam bukunya “Our Yerusalem” : “Di Chicago, ayah mencari penjelasan tentang hidupnya. Hingga saat ini, semuanya mengalir dengan lembut seperti sungai.
Kedamaian rohani dan keamanan telah menopang awal hidupnya, kehidupan keluarganya, tempat tinggalnya … orang di sekelilingnya bertanya-tanya, ‘kesalahan apa yang menyebabkan terjadinya tragedi beruntun pada Horatio dan Anna Spafford?’ … tapi ayah yakin bahwa Allah baik dan ia akan melihat anak-anaknya lagi di surga nanti.
Hal ini menenangkan hatinya. Bagi ayah, keadaan itu seperti melewati ‘lembah bayang-bayang maut’, tapi imannya bangkit dan kuat. Di laut lepas, dekat tempat dimana anak-anaknya tewas, ayah menulis hymne yang menenangkan banyak orang.”
Ini adalah sebuah lagu yang penuh kekuatan, kedamaian dan pengharapan.
Ini adalah sebuah lagu yang penuh kekuatan, kedamaian dan pengharapan.
(Dalam Buku Doding GKPS No 251 "Sonang Do Uhurhu")
When peace, like a river, attendeth my way,
When sorrows like sea billows roll,
Whatever my lot,
Thou has taught me to say,
It is well, it is well,
with my soul.
It is well, with my soul.
It is well, with my soul.
It is well, it is well,
with my soul.
Though Satan should buffet, though trials should come,
Let this best assurance control
That Christ has regarded
my helpless estate,
And hath shed His own blood
for my soul.
My sin, oh, the bliss of this glorious thought!
My sin, not in part but the whole
Is nailed to the cross, and I bear it no more,
Praise the Lord, praise the Lord, oh my soul.
And Lord haste the day when my faith shall be sight,
The clouds be rolled back as a scroll,
The trump shall resound, and the Lord shall descend,
Even so, it is well with my soul.
It is well, with my soul. It is well, with my soul.
It is well, it is well, with my soul.
Sunguh sebuah kisah penuh inspirasi yang meneguhkan iman. Tragedi yang datang bertubi-tubi tidak melemahkan iman, tetapi semakin kuat berpegang pada Tuhan, berserah dan percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik, apapun itu, pastilah baik bagi jiwaku.
Sumber :
http://tessa-mysanctuary.blogspot.co.id/2013/04/kisah-di-balik-lagu-it-is-well-with-my.html
Posting Komentar