Intan Saragih
Intan Saragih, bertekad melestarikan seni dan budaya Simalungun melalui musik dan lagu. Kejayaan musik dan lagu Simalungun ikut meredup ketika pencipta lagu Taralamsyah Saragih meninggal dunia di Kota Jambi puluhan tahun silam. Sangat jarang muncul lagu-lagu khas Simalungun yang mampu menembus belantika musik dan lagu nasional.
Gaung musik dan lagu Simalungun semakin tenggelam ketika penyanyi dan musikus jazz Bill Saragih berpulang, menghadap Sang Pencipta beberapa tahun silam. Tak ada lagi lantunan lagu-lagu Simalungun bergaya jazz berkumandang di pentas-pentas musik. Semakin parah keadaannya ketika dua tahun lalu, Tursini Saragih, penyanyi berkarakter khas yang konsisten menyanyikan lagu-lagu daerah, berpulang.
Kiblat musik pun mulai beralih ke Tapanuli dan Karo. Dalam pesta-pesta gereja dan adat Simalungun, bukan lagi lagu-lagu Simalungun yang berkumandang, melainkan lagu Tapanuli dan Karo. Fenomena itu tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat Simalungun perantauan, tetapi juga di kampung halaman.
Intan Saragih dan Sabar Tondang saat tampil di Jambi, Sabtu 20 Sep 2008. Foto Asenk Lee Saragih.
Perubahan kiblat musik tersebut kini pelan-pelan berbalik, seiring munculnya artis berbakat Intan Saragih (25) dan pencipta lagu Sabar Tondang (30). Di tangan Sabar Tondang dan melalui suara emas Intan Saragih, lagu dan musik yang "mati suri" kini mulai bangkit.
Kehadiran mereka mampu menghidupkan kembali kegairahan melantunkan lagu dan musik Simalungun. Intan dan Sabar membuktikannya melalui dunia rekaman dan panggung pertunjukan. Penampilan terakhir mereka adalah dalam malam pergelaran kesenian Simalungun, "Marsombuh Sihol (Melepas Rindu)" di Kota Jambi, belum lama ini.
Pada malam perayaan Pesta Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun tersebut, Intan Saragih berhasil memesona sekitar 600 hadirin, melalui lagu-lagu bergaya inggou (cengkok) Simalungun karya Sabar Tondang. Begitu lagu Sorot Ni Ranggiting (Sengatan Lebah) dan Cinta Bulung Motung yang sarat cengkok disenandungkan, penonton langsung terhanyut ke Tanah Simalungun era Taralamsyah Saragih. Keduanya menyajikan 20 lagu untuk mengiringi tarian hampir tiga jam. Penampilan Intan Saragih pada malam kesenian tersebut sekaligus membuktikan lagu dan musik Simalungun belum mati seperti anggapan selama ini.
"Kami sanggup mengisi malam kesenian ini hanya dengan lagu-lagu Simalungun seperti harapan panitia. Kami tak perlu menyusupkan lagu-lagu daerah lain agar suasana Simalungun benar-benar terasa. Stok lagu kami banyak," paparnya.
Obsesi
Konsistensi pada gaya khas inggou dan bekal suara emas membuat Intan Saragih kini menjadi primadona baru di dunia musik pop Simalungun. Dia mulai menyejajarkan diri dengan deretan artis yang lebih senior, seperti John Eliaman Saragih, Lamser Girsang, Sarudin Saragih, dan juga Willy Silalahi, mantan personel Trio Friendship, Trio Lasidos Plus, dan Axido Trio.
Kualitas vokal Intan teruji ketika mampu menyemarakkan pentas hiburan Semalam di Simalungun dan pentas hiburan Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun di GKPS Jambi, yang juga turut dimeriahkan Willy Silalahi, Gama Trio, dan Debora Simanjuntak. Dalam dua hari pentas musik tersebut, dia melantunkan 38 lagu tanpa ada penurunan kualitas suara.
Suara Intan bukan hanya bisa dinikmati di panggung-panggung pertunjukan, melainkan juga melalui kaset rekaman. Suaranya kini mulai menggema di kendaraan-kendaraan pribadi, di kendaraan umum, hingga rumah makan-rumah makan, baik di Simalungun sendiri maupun di perantauan.
"Saya sudah mengeluarkan lima album rekaman dalam bentuk kaset dan CD (compact disc). Sebagian besar lagu yang saya bawakan karya cipta Sabar Tondang. Tema-tema lagunya bervariasi, mulai dari tema lagu cinta muda-mudi, cinta kampung halaman, dan cinta seni budaya," kata anak keempat dari lima bersaudara itu.
Intan terobsesi menjadi "pahlawan baru" seni dan budaya Simalungun, setelah muncul gejala baru "malu menjadi orang Simalungun". Banyak warga yang tidak tahu lagi bahasa, budaya, dan lagu Simalungun karena merasa malu. Bahkan, tidak jarang ada yang menghilangkan marganya, dan lebih senang mengadopsi seni, budaya, lagu, dan bahasa etnis Batak lain, seperti Toba dan Karo.
Prihatin
"Saya prihatin. Orang Simalungun hanya tinggal badan dan nama. Bahasanya saja tidak tahu. Makanya kita gugah ahap (perasaan cinta) Simalungun melalui lagu. Ini yang bisa saya sumbangkan untuk pelestarian dan perkembangan kesenian dan kebudayaan, sebagai bagian budaya nasional," katanya.
Ketua Panitia Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun GKPS Resort Jambi, Meslan Saragih Garingging mengatakan sengaja mengundang artis lokal asal Simalungun memeriahkan malam kesenian itu untuk menghadirkan suasana Simalungun.
"Intan Saragih itu memang artis serbabisa yang berpotensi meneruskan ciri khas lagu Simalungun di pentas musik Batak. Dia pandai inggou dan mengerti selera musik warga Simalungun di kampung halaman dan perantauan," katanya. Dikutip dari Suarapembaruan, Edisi Jumat 10 Oktober 2008.[SP/Radesman Saragih]
Intan Saragih, bertekad melestarikan seni dan budaya Simalungun melalui musik dan lagu. Kejayaan musik dan lagu Simalungun ikut meredup ketika pencipta lagu Taralamsyah Saragih meninggal dunia di Kota Jambi puluhan tahun silam. Sangat jarang muncul lagu-lagu khas Simalungun yang mampu menembus belantika musik dan lagu nasional.
Gaung musik dan lagu Simalungun semakin tenggelam ketika penyanyi dan musikus jazz Bill Saragih berpulang, menghadap Sang Pencipta beberapa tahun silam. Tak ada lagi lantunan lagu-lagu Simalungun bergaya jazz berkumandang di pentas-pentas musik. Semakin parah keadaannya ketika dua tahun lalu, Tursini Saragih, penyanyi berkarakter khas yang konsisten menyanyikan lagu-lagu daerah, berpulang.
Kiblat musik pun mulai beralih ke Tapanuli dan Karo. Dalam pesta-pesta gereja dan adat Simalungun, bukan lagi lagu-lagu Simalungun yang berkumandang, melainkan lagu Tapanuli dan Karo. Fenomena itu tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat Simalungun perantauan, tetapi juga di kampung halaman.
Intan Saragih dan Sabar Tondang saat tampil di Jambi, Sabtu 20 Sep 2008. Foto Asenk Lee Saragih.
Perubahan kiblat musik tersebut kini pelan-pelan berbalik, seiring munculnya artis berbakat Intan Saragih (25) dan pencipta lagu Sabar Tondang (30). Di tangan Sabar Tondang dan melalui suara emas Intan Saragih, lagu dan musik yang "mati suri" kini mulai bangkit.
Kehadiran mereka mampu menghidupkan kembali kegairahan melantunkan lagu dan musik Simalungun. Intan dan Sabar membuktikannya melalui dunia rekaman dan panggung pertunjukan. Penampilan terakhir mereka adalah dalam malam pergelaran kesenian Simalungun, "Marsombuh Sihol (Melepas Rindu)" di Kota Jambi, belum lama ini.
Pada malam perayaan Pesta Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun tersebut, Intan Saragih berhasil memesona sekitar 600 hadirin, melalui lagu-lagu bergaya inggou (cengkok) Simalungun karya Sabar Tondang. Begitu lagu Sorot Ni Ranggiting (Sengatan Lebah) dan Cinta Bulung Motung yang sarat cengkok disenandungkan, penonton langsung terhanyut ke Tanah Simalungun era Taralamsyah Saragih. Keduanya menyajikan 20 lagu untuk mengiringi tarian hampir tiga jam. Penampilan Intan Saragih pada malam kesenian tersebut sekaligus membuktikan lagu dan musik Simalungun belum mati seperti anggapan selama ini.
"Kami sanggup mengisi malam kesenian ini hanya dengan lagu-lagu Simalungun seperti harapan panitia. Kami tak perlu menyusupkan lagu-lagu daerah lain agar suasana Simalungun benar-benar terasa. Stok lagu kami banyak," paparnya.
Obsesi
Konsistensi pada gaya khas inggou dan bekal suara emas membuat Intan Saragih kini menjadi primadona baru di dunia musik pop Simalungun. Dia mulai menyejajarkan diri dengan deretan artis yang lebih senior, seperti John Eliaman Saragih, Lamser Girsang, Sarudin Saragih, dan juga Willy Silalahi, mantan personel Trio Friendship, Trio Lasidos Plus, dan Axido Trio.
Kualitas vokal Intan teruji ketika mampu menyemarakkan pentas hiburan Semalam di Simalungun dan pentas hiburan Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun di GKPS Jambi, yang juga turut dimeriahkan Willy Silalahi, Gama Trio, dan Debora Simanjuntak. Dalam dua hari pentas musik tersebut, dia melantunkan 38 lagu tanpa ada penurunan kualitas suara.
Suara Intan bukan hanya bisa dinikmati di panggung-panggung pertunjukan, melainkan juga melalui kaset rekaman. Suaranya kini mulai menggema di kendaraan-kendaraan pribadi, di kendaraan umum, hingga rumah makan-rumah makan, baik di Simalungun sendiri maupun di perantauan.
"Saya sudah mengeluarkan lima album rekaman dalam bentuk kaset dan CD (compact disc). Sebagian besar lagu yang saya bawakan karya cipta Sabar Tondang. Tema-tema lagunya bervariasi, mulai dari tema lagu cinta muda-mudi, cinta kampung halaman, dan cinta seni budaya," kata anak keempat dari lima bersaudara itu.
Intan terobsesi menjadi "pahlawan baru" seni dan budaya Simalungun, setelah muncul gejala baru "malu menjadi orang Simalungun". Banyak warga yang tidak tahu lagi bahasa, budaya, dan lagu Simalungun karena merasa malu. Bahkan, tidak jarang ada yang menghilangkan marganya, dan lebih senang mengadopsi seni, budaya, lagu, dan bahasa etnis Batak lain, seperti Toba dan Karo.
Prihatin
"Saya prihatin. Orang Simalungun hanya tinggal badan dan nama. Bahasanya saja tidak tahu. Makanya kita gugah ahap (perasaan cinta) Simalungun melalui lagu. Ini yang bisa saya sumbangkan untuk pelestarian dan perkembangan kesenian dan kebudayaan, sebagai bagian budaya nasional," katanya.
Ketua Panitia Jubileum 105 Tahun Injil di Simalungun GKPS Resort Jambi, Meslan Saragih Garingging mengatakan sengaja mengundang artis lokal asal Simalungun memeriahkan malam kesenian itu untuk menghadirkan suasana Simalungun.
"Intan Saragih itu memang artis serbabisa yang berpotensi meneruskan ciri khas lagu Simalungun di pentas musik Batak. Dia pandai inggou dan mengerti selera musik warga Simalungun di kampung halaman dan perantauan," katanya. Dikutip dari Suarapembaruan, Edisi Jumat 10 Oktober 2008.[SP/Radesman Saragih]
Posting Komentar