ILUSTRASI. LEE |
BERITASIMALUNGUN-Tantangan hidup diperantauan untuk menafkahi keluarga kini
semakin berat. Era globalisasi ini pula, tak sedikit manusia yang menyelesaikan
persoalan hidupnya dengan tak terpuji. Misalnya dengan menghalalkan segala
cara, walaupun itu melanggar hukum bahkan hingga putus asa hingga “bunuh diri”.
Namun tantangan hidup yang semakin berat saat ini, menjadi salah satu ujian
berat dalam “Memikul Salib Kristus”.
“Memikul Salib dari Tong Sampah”, judul itu saya buatkan
sebagai satu saksi nyata, satu keluarga umat Nasrani di Jambi yang menafkahi
keluarga sebagai “Pemulung”. Pada tulisan ini saya tak menuliskan secara rinci
siapa keluarga tersebut demi kenyamanan.
Sebuah keluarga ini menyanggupi hidup keluarga dari “Tong
Sampah” yakni dengan memungut berang-barang bekas dari tong sampah. Aktifitas (Ayah)
kepala keluarga ini mulai menjalani profesinya sejak pukul 24.00 WIB setiap
harinya.
Memang jam kerja ini tidak lumrah bagi pemulung di Jambi. Namun
agar banyak menemukan barang-barang bekas di Tong Sampah, bapa dari 3 orang anak
ini harus berangkat dari rumah pukul 24.00 WIB untuk mengais rezeki.
Perjuangan ayah dari 3 anak ini mencari nafkah dari “Tong
Sampah” sudah waktu yang cukup lama. Hingga kini profesi itu sudah menyatu
dengan keluarganya. Tak ada lagi rasa “rendah diri”, karena menggeluti profesi
itu.
Dengan prinsip halal hasil keringat, memulung sudah menjadi
profesi yang lekat pada ayah 3 anak ini. Anak-anaknya juga tidak merasa “rendah
diri” disaat mengetahui ayah mereka seorang pemulung.
Walaupun sebagai pemulung, keluarga ini tetap rajin
bersekutu dengan jemaat melalui ibadah minggu hingga ibadah keluarga
(Partonggoan). Ayah dari 3 anak ini juga tak pernah tersiar menyakiti hati
sesama jemaat dan juga patuh terhadap kewajiban-kewajiban di gereja.
“Memikul Salib dari Tong Sampah” memang menjadi beban berat
yang harus menjadi alternatif atau jalan keluar untuk menafkahi keluarganya.
Bergelut dengan Tong Sampah, tak membuatnya untuk tampil lusuh saat beribadah.
Penampilannya tetap bersih selayaknya pakaian jemaat beribadah.
Disaat ditunjuk jadi tuan rumah ibadah rumah tangga
(Partonggoan), keluarga inipun tak pernah menolak. Karena mereka sadar,
Partonggoan itu sebagai persekutuan yang membawa berkat Tuhan.
Disaat ada orang yang memiliki profesi terhormat, mapan,
dan juga berwibawa, namun kerap juga profesi itu membawa mereka ke lembah dosa.
Perbuatan-perbuatan yang tercela kerap menggelinding dari oknum-oknum orang
yang berprofesi mulia.
“Memikul Salib dari
Tong Sampah” mengingatkan kita untuk bersyukur kepada Sang Pencipta, bahwa kita
masih diberikan berkat dan aktifitas atau profesi yang tak sekelas pemulung
tadi.
Ketekunan keluarga pemulung ini beribadah dalam
persekutuan, merupakan suatu gambaran nyata hidup manusia yang mensyukuri
Berkat Tuhan. Kesetiaan keluarga ini “Memikul Salib” dengan profesi yang
sebagian orang menilai rendah, namun Bagi Tuhan Begitu Berharga.
Persoalan ekonomi yang semakin sulit kini, tak menyulutkan
semangat Beribadah bagi keluarga Jemaat ini. Ketekunan mereka dalam
Peribadahan, menandakan mereka “Memikul Salib dari Tong Sampah” juga sebagai
berkat dari Tuhan Sang Pencipta.
Penderitaan yang dialami Yesus pada peristiwa menuju dan di
Bukit Golgota, mengingatkan kita begitu besar pengorbanan Yesus untuk menebus
dosa manusia. Untuk mengampuni sesama, peduli sesama, sebagai wujud nyata
pengorbanan Yesus yang bisa kita aplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
Jumat 25 Maret 2016 (pukul 13.00) saya akan mengikuti
kebaktian Jumat Agung, memperingati peristiwa penyaliban Yesus di Bukit
Golgota. Tahun ini juga saya telah melewati 41 kali Jumat Agung, atau dalam
kebiasaan orang Israel disebut Perayaan Paskah.
Kematian yang Paling Menyakitkan
Menurut penelitian dari dr. C. Truman Davis yang
dipublikasikan dalam Majalah New Wine (April 1982) dan awalnya diterbitkan
dalam Jurnal Kedokteran Arizona (Maret 1965): Penyaliban diciptakan oleh Bangsa
Persia pada 300 SM, dan disempurnakan oleh Orang Romawi pada tahun 100 SM.
Ini adalah kematian yang paling menyakitkan yang pernah
diciptakan oleh manusia. Istilah “menyiksa” dalam bahasa Inggris “excruciating”
berasal dari peristiwa ini. Penyaliban hanya ditujukan untuk penjahat laki-laki
yang paling kejam.
Yesus menolak anggur yang berfungsi sebagai anestesi
(penghilang rasa sakit) yang ditawarkan kepada-Nya oleh tentara Romawi. Hal ini
sesuai janji-Nya dalam Matius 26: 29, “Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai
dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari
Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan
Bapa-Ku”.
Yesus ditelanjangi dan pakaian-Nya dibagi dengan para
penjaga Romawi. Ini adalah pemenuhan dari Mazmur 22:18, “Mereka membagi-bagi
pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.
Penyaliban Yesus mengerikan, lambat, dan merupakan kematian
yang menyakitkan. Karena dipaku Salib, Yesus mustahil mempertahankan posisi
anatominya. lutut Yesus tertekuk sekitar 45 derajat, dan Dia terpaksa
menanggung beban-Nya dengan otot paha-Nya, yang bukan merupakan posisi anatomis
yang mungkin untuk menjaga lebih dari beberapa menit tanpa kram parah pada otot
dari paha dan betis.
Berat Yesus ditanggung di kaki-Nya, dengan paku didorong
melalui mereka. Sebagai kekuatan otot-otot anggota badan Yesus lebih rendah
lelah, berat tubuh-Nya harus dipindahkan ke pergelangan tangan-Nya, tangan-Nya,
dan bahu-Nya.
Dalam beberapa menit ditempatkan di kayu Salib, bahu Yesus
terkilir. Beberapa menit kemudian siku dan pergelangan tangan Yesus menjadi
terkilir. Hasil dari dislokasi ekstremitas atas adalah bahwa Lengannya 9 inci
lebih panjang dari biasanya, dengan jelas ditampilkan pada Kain Kafan.
Hal ini menggenapi nubuatan dalam Mazmur 22:14, “Seperti
air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi
seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku”.
Setelah pergelangan tangan, siku, dan bahu Yesus terkilir,
berat tubuh bagian atas-Nya menyebabkan traksi pada otot Mayor Pectoralis dari
dinding dada-Nya. Kekuatan traksi ini disebabkan rusuk-Nya harus ditarik ke
atas dan keluar, dalam keadaan yang paling tidak wajar.
Dinding Dadanya permanen dalam posisi pernapasan inspirasi
maksimal. Untuk menghembuskan napas, Yesus harus memaksa tubuh-Nya secara
fisiologis. Untuk bernapas keluar, Yesus harus menekan pada paku di kaki-Nya
untuk menaikkan tubuh-Nya, dan memungkinkan tulang rusuk-Nya bergerak ke bawah
dan ke dalam untuk menghembuskan udara dari paru-Nya.
Paru-paru-Nya berada dalam posisi istirahat inspirasi
maksimum yang konstan. Penyaliban merupakan bencana medis. Masalahnya, Yesus
tidak bisa dengan mudah menekan paku di kaki-Nya karena otot-otot kaki-Nya
membungkuk di 45 derajat, sehingga menjadi sangat lelah, kram parah, dan dalam
posisi anatomis tidak dapat lagi bergerak.
Seperti semua film Hollywood tentang Penyaliban, korban
menjadi sangat aktif. Korban yang disalib fisiologis dipaksa untuk bergerak ke
atas dan ke bawah (jarak sekitar 12 inci) untuk bernapas.
Proses respirasi menyebabkan sakit luar biasa, dicampur dengan teror sesak napas mutlak. Enam jam Penyaliban berlalu, Yesus makin tidak mampu menanggung beban-Nya pada kaki-Nya, karena pahaNya dan otot betis menjadi semakin kecapaian.
Ada peningkatan dislokasi pergelangan tangan-Nya, siku dan
bahu, dan elevasi lebih lanjut dari dinding dada-Nya, membuat Napasnya semakin
sulit. Dalam beberapa menit penyaliban Yesus menjadi sangat dyspnoeic (sesak
napas).
Gerakan naik turun Salib untuk bernapas menyebabkan sakit
luar biasa di pergelangan tangan-Nya, kaki-Nya, dan siku-Nya terkilir dan bahu.
Yesus dipaksa untuk makin sering bergerak seiring Ia makin kecapaian, tetapi
kematian makin dekat karena sesak napas memaksa Dia untuk melanjutkan upaya-Nya
untuk bernapas.
Terjadi kram yang sangat menyiksa pada otot tubuh bagian
bawah Yesus secara ekstrim karena upaya menekan kaki-Nya, untuk meningkatkan
tubuh-Nya, sehingga Dia bisa bernapas keluar.
Ledakan rasa sakit dari dua saraf median di pergelangan
tangan-Nya yang hancur terjadi seiring tiap gerakan yang dilakukanNya. Yesus
berlumuran darah dan keringat. Darah adalah akibat dari pencambukan yang hampir
membunuh-Nya, dan keringat akibat Nya upaya untuk secara paksa menghembuskan
udara dari paru-Nya.
Selama kejadian ini berlangsung Dia benar-benar telanjang,
dan para pemimpin Yahudi, orang banyak, dan pencuri di kedua sisi-Nya yang
mencemooh, memaki dan menertawakan Dia. Selain itu, ibu Yesus sendiri sedang
menonton.
Secara fisiologis, tubuh Yesus menjalani serangkaian
peristiwa bencana. Karena Yesus tidak dapat mempertahankan ventilasi yang
memadai bagi paru-Nya, Dia sekarang dalam keadaan hipoventilasi (kekurangan
pernapasan).
Kadar oksigen dalam darah-Nya mulai turun, dan terjadi
Hipoksia (oksigen darah yang rendah). Selain itu, karena gerakan pernapasan dibatasi, tingkat karbon dioksida darah
(CO2) tingkat meningkat, kondisi yang dikenal sebagai hiperkapnia.
CO2 yang meningkat merangsang jantungNya untuk berdetak
lebih cepat untuk meningkatkan kadar oksigen, dan mengurangi CO2. Pusat
pengaturan pernapasan di otak Yesus mengirim pesan penting ke paru-paru untuk
bernapas lebih cepat, dan Yesus mulai terengah-engah.
Refleks fisiologis Yesus membuatNya harus mengambil napas
lebih dalam, dan tanpa sadar Ia bergerak naik turun jauh lebih cepat, meskipun
rasa sakit luar biasa. Gerakan spontan mulai menyiksa beberapa kali per menit,
untuk menyenangkan orang banyak yang mencemooh-Nya, serta para prajurit Romawi,
dan Sanhedrin.
Namun, karena Yesus dipaku di Salib serta meningkatnya
kelelahan di tubuh Nya, Dia tidak dapat memberikan lebih banyak oksigen ke
tubuhNya.
Serangan kembar Hipoksia (terlalu sedikit oksigen) dan
hiperkapnia (terlalu banyak CO2) menyebabkan jantung-Nya untuk berdetak lebih
cepat, dan Yesus mengembangkan Takikardia. Jantung Yesus berdetak lebih cepat
dan lebih cepat, dan denyut nadi Nya mungkin sekitar 220 denyut / menit,
kondisi ini adalah kondisi normal maksimal yang dapat dipertahankan.
33, Yesus tidak minum selama 15 jam, sejak jam enam malam
sebelumnya. Yesus telah mengalami pencambukan yang hampir membunuh-Nya. Dia
berdarah di seluruh tubuh-Nya (akibat pencambukan, mahkota duri, paku di
pergelangan tangan dan kaki-Nya, serta lecet akibat Ia jatuh).
Yesus sudah sangat dehidrasi, dan tekanan darahnya merosot. Tekanan darahnya mungkin sekitar 80/50. Mengalami Syok Pertama, dengan Hipovolemia (volume darah yang rendah), Takikardia (Detak jantung berlebihan), takipnea (Tingkat pernapasan berlebihan), dan hiperhidrosis (keringat berlebih).
Pada siangnya, jantung Yesus mungkin mulai gagal. Mungkin
terjadi Edema pada paru-paru Yesus. Hal ini memperburuk napasNya, yang sebelumnya sudah tidak normal. Yesus
mengalami di Gagal Jantung dan Kegagalan pernapasan.
Yesus berkata, “Aku haus” karena Tubuhnya sangat
membutuhkan cairan. Yesus membutuhkan infus darah intravena dan plasma untuk
menyelamatkan nyawa-Nya. Yesus tidak bisa bernapas dengan baik dan
perlahan-lahan tercekik sampai mati.
Pada tahap ini Yesus mungkin mengalami hemoperikardium
(Plasma dan darah berkumpul di ruang di sekitar jantung-Nya). Cairan ini
menyebabkan Cardiac Tamponade (berkumpulnya cairan di sekitar jantung yang
mencegah jantung Yesus untuk berfungsi secara normal).
Karena hal ini jantung Yesus Pecah. JantungNya benar-benar
meledak. Hal ini mungkin merupakan penyebab kematian-Nya. Untuk memperlambat
proses kematian tentara menaruh kursi kayu kecil di kayu Salib, yang akan
memungkinkan Yesus untuk membagi berat tubuhnya dalam bantalan di sakrum nya.
Efeknya adalah bahwa ini bisa menahan kematian hingga
sembilan hari. Ketika bangsa Romawi ingin mempercepat kematian mereka hanya
akan mematahkan kaki korban, menyebabkan korban mati lemas dalam hitungan
menit. Ini disebut Crucifragrum.
Pada pukul tiga sore Yesus berkata, “Tetelastai,” yang
berarti, “Sudah selesai.” Pada saat itu, Ia menyerahkan Roh-Nya, dan Ia mati. Ketika
tentara datang kepada Yesus untuk mematahkan kaki-Nya, Ia telah mati. Tidak ada
tulang TubuhNya yang rusak. Ini menggenapi nubuat di atas.
Yesus meninggal setelah enam jam penyiksaan yang merupakan
proses kematian paling menyiksa dan mengerikan yang pernah diciptakan. Yesus
mati sehingga orang-orang biasa seperti Anda dan saya bisa pergi ke Surga.
(Asenk Lee Saragih/Berbagai Sumber).
Posting Komentar