SD Impres Desa Hutaimbaru Tinggal Kenangan

Hutaimbaru

Program pemerintah meningkatkan mutu pendidikan wajib belajar sembilan tahun di tingkat perkotaan boleh saja dibilang maju. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga digalakkan guna memberantas buta aksara. Namun pembangunan pendidikan di pedesaan kerap terabaikan karena kurang perhatian pemerintah setempat.

Sekolah Dasar (SD) Negeri 091383 Desa Hutaimbaru, Kelurahan Bangun Mariah, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, salah satu contoh sekolah yang luput dari perhatian pemerintah.

SD N Hutaimbaru yang berada di pesisir Danau Toba bisa ditempuh lewat transportasi danau dari Haranggaol dan Tongging dengan waktu tempuh 45 menit. Ditahun 1970-1990, SD N Hutaimbaru berkembang pesat, dan banyak menelorkan anak didik yang pintar-pintar.

Namun, memasuki jaman modern, SD N Hutaimbaru justru tutup dan sudah lima tahun tinggal kenangan. Padahal ada sekitar 40 anak didik wajib belajar di desa tersebut. Bangunan sekolah yang dulunya gagah, kini justru menjadi gudang barang masyarakat desa setempat.

Mubajir : Bangunan SD Negeri Negeri 091383 Desa Hutaimbaru yang berdiri kokoh dipinggir Danau Toba, kini tampak mubajir. Bangunan sekolah itu sudah mulai rusak dan dimanfaatkan warga desa setempat untuk gudang. Warga meminta Pemerintah Kabupaten Simalungun membuka kembali sekolah tersebut. Gambar diabadikan Senin (8/9) lalu. Foto Asenk Lee Saragih.

Tahun 1970an hingga tahun 1990an, SD N Hutaimbaru merupakan sekolah SD utama untuk empat desa tetangga. Seperti Desa Soping, Soping Sabah, Nagori Purba dan Hutaimbaru sendiri.

“Sekolah SD N Hutaimbaru dulu maju dan ada sebanyak 7 guru sekolah. Namun kini sekolah kebanggan warga Desa Hutaimbaru itu tinggal kenangan,”kata Bonamei Purba, warga Desa Hutaimbaru kepada Majalah Sauhur saat berkunjung ke desa tersebut, Senin (8/9) lalu.

Menurut Bonamei, tutupnya sekolah SDN Hutaimbaru lima tahun lalu, karena tidak ada guru. Penempatan guru yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun hanya bisa bertahan sekitar tiga bulan.

“Alasan para guru karena jarknya jauh dari ibukota Kecamatan, Saribudolok. Kemudian tempat mengajar tergolong desa terisolir. Banyak guiru yang sudah ditempatkan di desa ini pindah, Mereka melakukan segala cara yang penting pindah dari desa ini,”katanya.

Salah seorang tokoh masyarakat dan juga penatua gereja Desa Hutaimbaru, St Manihuruk menambahkan, ada sekitar 40 anak wajib belajar SD di desa tersebut. Kini anak didik itu harus berjalan kaki sepanjang lima kilo meter untuk menempuh sekolah SD desa tetangga yakni Soping.

“Orang tua murid sudah berulang kali mengajukan permohonan untuk membuka kembali SDN Hutaimbaru. Namun alasan dari pihak kejamatan, muridnya terlampau sedikit dan guru tidak ada yang mau berdomisili di desa ini. Ini yang menjadi persoalan,”katanya.

Disebutkan, Kepala Desa Hutaimbaru, Saudin Sidauruk terkesan tidak peduli dengan dunia pendidikan di Desa Hutaimbaru. Kades tersebut hanya doyan mengurusi bantuan pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Subsidi BBM dan beras miskin (Raskin).

“Kita berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun agar memperhatikan dunia pendidikan hingga ke desa-desa pelosok. Kita juga berharap putra Desa Hutaimbaru diperantauan dapat menjembatani kepada pemerintah agar SDN Hutaimbaru dibuka kembali,”ujarnya. (Asenk Lee)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama